Data BPS menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mampu bertahan dari hantaman pandemi Covid-19. Ekspor pertanian di tahun 2020 mencapai Rp 451,8 triliun, naik 15,79 persen dibandingkan tahun 2019 yang angkanya tercatat sebesar Rp 390,16 triliun. Pada semester pertama tahun 2021, sejak bulan Januari sampai dengan Juli 2021, nilai ekspor mencapai Rp 282,86 triliun, naik 14,05 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020, yaitu sebesar Rp 202,05 triliun.
Di tengah pandemi Covid-19, permintaan produk-produk pertanian, utamanya edamame dan porang terus meningkat. Hal ini tak terlepas dari kesadaran masyarat menjaga daya tahan tubuh dengan mengonsumsi pangan sehat di era pandemi ini. Kementerian Pertanian terus berupaya meningkatkan ekspor berbagai komoditas pertanian hingga tiga kali lipat (Gratieks) melalui berbagai dukungan dan kemudahan. Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian berupaya meningkatkan ekspor melalui berbagai kegiatan Gratieks, peningkatan informasi, dan menjalin kerjasama dengan entitas terkait, baik di pusat maupun daerah. Harapannya agar dapat menambah kemanfaatan atau kesejahteraan bagi petani dan pelaku agribisnis.
Ekspor Porang
Nilai ekspor porang pada tahun 2020 mencapai Rp 923,6 miliar hingga menjadikan komoditas tersebut ditetapkan sebagai mahkota masuk dalam program Gratieks. Melalui Menteri Pertanian, Presiden meminta porang tidak lagi diekspor dalam bentuk umbi ke luar negeri, namun harus dalam bentuk olahan. Alasannya, tanaman ini memiliki segudang manfaat sehingga akan menjadi komoditas utama yang banyak diburu orang.
Porang (Amorphophallus muelleri blume) memiliki peluang besar untuk diekspor. Di kalangan petani Indonesia pun, umbi-umbian ini menjadi primadona lantaran nilai ekonominya tinggi. Nilai tanaman porang ini terletak pada kandungan senyawa glukomanan yang tinggi. Senyawa glukomanan memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai sumber bahan pangan yang sehat, menurunkan kadar kolesterol, menurunkan kadar gula darah, membantu mencegah kanker, menurunkan berat badan, sampai mengatasi sembelit. Di sisi lain, senyawa glukomanan ini juga dapat dimanfaatkan untuk pelapis obat di bidang medis. Dari 200 spesies tanaman Amorphophallus, hanya ada tiga jenis yang memiliki nilai ekonomi tinggi, yakni Amorphophallus konjac, Amorphophallus paeoniifolius (suweg), dan Amorphophallus muelleri (porang atau iles-iles).
Porang cocok untuk diet. Karena penggunaannya yang luas, tanaman porang banyak dicari orang. Manfaat tanaman porang ini memang cukup banyak, mulai dari aspek sosial, ekonomi, bahkan medis. Tanaman umbi-umbian ini memiliki beberapa sifat yang dapat dibilang belum ditemukan bandingannya dengan jenis umbi lainnya. Khasiat utama porang sangat signifikan untuk kesehatan. Senyawa glukomanan yang mengandung nutrisi tergolong sebagai karbohidrat rantai panjang. Artinya, saat dimakan karbohidrat tersebut tidak mudah dicerna dengan baik. Karena sifatnya ini, maka dengan mengkonsumsi porang seseorang tidak perlu harus makan banyak.
Porang bisa dicampur dengan bahan apapun. Kandungan karbohidrat glukomanan cocok dicampur dengan bebagai jenis makanan, seperti gula, garam, dan sayuran. Tidak hanya bahan pangan, ternyata tanaman porang juga cocok untuk dicampur dengan bahan-bahan medis lain dalam industry obat/kesehatan.
Dalam usaha pertanamannya, permasalahan di lapang yang dihadapi petani adalah belum adanya standarisasi harga porang secara nasional. Ini menjadi masalah bagi petani untuk pengembangan budidaya porang secara masif. Selain itu, kendala pemasaran juga menjadi masalah, karena tidak semua wilayah tersedia pabrik pengolahan. Saat ini baru tersedia kurang lebih sekitar 18-19 pabrik yang terpisah-pisah dan itu akan membuat jarak mobilisasi petani menjadi lebih berat, atau menambah biaya pasca produksi ketika panen.
Budi daya porang yang merupakan tanaman jenis umbi-umbian menjadi alternatif usaha yang memiliki potensi cukup besar dan menjanjikan untuk dikembangkan. Pemerintah mendorong budidaya porang dengan standar Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP), seperti yang dipersyaratkan China yang menjadi salah satu tujuan ekspor. Untuk kebutuhan ekspor, petani diharapkan tidak menggunakan pupuk kimia, sebagaimana yang disyaratkan dalam protokol ekspor chip porang ke negeri China itu. Hanya dengan cara ini maka porang bisa masuk pasar internasional dan mendapatkan harga yang bahkan jauh lebih bagus.
Bersamaan dengan itu, PT Bank Negara Indonesia memberi dukungan pembiayaan berupa penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada petani porang untuk meningkatkan nilai ekspor komoditas tersebut. Dukungan BNI terhadap pertanian, khususnya komoditas porang akan terus ditingkatkan seiring dengan peningkatan nilai ekspor serta perluasan area tanam komoditas porang ini. Penyaluran KUR BNI kepada sektor pertanian dilakukan secara klastering dan meliputi ekosistem dari hulu hingga hilir.
Presiden Joko Widodo yang terus mendorong porang sebagai salah satu klaster unggulan yang berorientasi global, meminta agar porang terus dikembangkan di dalam negeri sebagai komoditas unggulan nasional. Klasterisasi itu juga selaras dengan upaya Kementerian BUMN yang telah menetapkan delapan klaster pertanian, yaitu klaster padi, jagung, sawit, tebu, jeruk, tanaman hias, kopi, dan porang. Melalui budi daya porang, petani diperkirakan bisa menghasilkan hingga Rp40 juta dalam kurun waktu 8 bulan. Penyaluran KUR kepada klaster unggulan porang diharapkan membantu UMKM untuk mampu bertahan dalam menghadapi dampak wabah pandemi Covid-19. Sampai dengan Juli 2021, realisasi penyaluran KUR BNI di sektor pertanian mencapai Rp 5,1 triliun, yang dirasakan oleh 116.427 penerima KUR di seluruh Indonesia.
Permintaan Edamame untuk Domestik dan Ekspor
Selain porang, permintaan ekspor kacang edamame juga bergairah. Petani dibantu beberapa perusahaan mulai membudidayakan edamame sejenis kacang-kacangan yang memiliki protein dan antioksidan tinggi. Sejak 2015, edamame terus dikembangkan dan mendapat perhatian dari berbagai pihak. Jenis produk edamame untuk pasar domestik antara lain edamame segar, edamame beku (edashi), mukimame (edamame kupas). Edamame sejenis kacang-kacangan ini memiliki protein dan antioksidan tinggi. Di pasar ekspor, perusahaan menjual produk edamame dalam bentuk edashi, mukimame, dan okra beku. Di dalam negeri, produk edamame segar menjadi pilihan konsumen yang sebagian besar diserap kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan wilayah Bali.
Pasar ekspor edamame menunjukkan kecenderungan yang sangat bagus. Pada masa pandemi, ada kenaikan permintaan di negara tujuan ekspor. Sejak tahun 2020 lalu, edamame mulai diekspor oleh beberapa eksportir. Pertumbuhan pasar edamame ini seiring munculnya pandemi Covid-19. Konsumsi edamame meningkat, diduga juga karena komoditas ini termasuk jebis kacang-kacangan bergizi tinggi.
Akhir-akhir ini, konsumen banyak beralih kepada produk segar. Salah satu perusahaan yang mengembangkan edamame adalah PT Gading Mas Indonesia Teguh (GMIT). Perusahaan ini dapat menjual ratusan ton edamame segara ke berbagai kota besar terutama di wilayah Provinsi Bali. Hal ini disebabkan banyaknya wisatawan yang berasal dari Jepang yang mengunjungi Bali. Masyarakat Jepang banyak mengonsumsi edamame. Selain itu, perusahaan juga menjalin pola kemitraan KSO yang ditujukan untuk mengubah perilaku petani dari cara konvensional menuju pertanian berbasis standar global, sehingga kelak dapat dicapai hasil sesuai spesifikasi pembeli. Dalam program KSO, GMIT memberikan dukungan berupa teknik budidaya edamame, memberi bantuan modal, dan jaminan pasar.SYT
Sumber berita:
Leave a Comment