Bern, 24.02.2022 – Permintaan ekspor produk organik di dunia, terutama di Eropa terus meningkat. Menurut lembaga riset pertanian Swiss (FiBL), pasar organik di dunia mencapai 15.1 miliar euro atau sekitar USD 17.08 miliar, dengan melibatkan lebih dari 3 juta produsen di 187 negara pada tahun 2020.
Sebagai negara tropis dan memiliki lahan pertanian luas, Indonesia, berpeluang untuk meningkatkan ekspor produk organik, terutama ke Eropa yang pertumbuhan konsumsinya terus meningkat. Swiss misalnya, 100 persen harus impor produk buah-buahan tropis, seperti nanas, mangga, pisang, kelapa, manggis dan lain-lain, yang hanya dapat tumbuh di iklim tropis seperti Indonesia.
Konsumsi produk organik masyarakat Swiss berada di urutan ke-2 tertinggi di dunia, dengan nilai 338 euro atau sekitar 382.4 USD per tahun per orang. Pangsa pasar dan konsumsi masyarakat Swiss terhadap produk organik juga terus tumbuh. Lembaga riset pertanian, FiBL melaporkan bahwa pada tahun 2020, pertumbuhan konsumsi produk organik di Swiss mencapai hampir 20%, dengan nilai transaksi sebesar 3,8 miliar Swiss Franc atau sekitar 4.4 USD pada tahun 2020, dan 3.2 miliar Swiss Franc atau 3.5 miliar USD pada tahun 2019.
Namun demikian, tantangan terbesar Indonesia untuk mengekspor produk organik ke Swiss dan Eropa adalah terkait masalah supply chain/logistik dan sertifikasi, demikian yang disampaikan oleh Dubes RI untuk Swiss dan Liechtenstein, Muliaman Hadad, pada webinar internasional (22/2) yang berjudul Potensi Pertanian Ramah Lingkungan di Indonesia dan Peluang Ekspor ke Eropa, yang diselenggarakan oleh Masyarakat Petani dan Pertanian Organik Indonesia (Maporina).
“Untuk memenuhi standar Eropa dan Swiss, perlu adanya dukungan teknis dalam memenuhi persyaratan standar sertifikasi,karena para petani memerlukan pemahaman lebih lebih luas serta dukungan persyarakatan sertifikasi. Para petani juga perlu pemahaman yang mendalam terhadap transportasi dan logisitk. Dukungan ini sangat diperlukan, jika kita mengharapkan produk organik tumbuh di Indonesia,” tambah Dubes Muliaman yang juga hobi bertani ini.
Berlakunya Indonesia EFTA-CEPA sejak 1 November 2021 menjadi kesempatan besar bagi Indonesia untuk memasuki pasar global dan meningkatkan kerja sama dan ekspor, khususnya ke Uni Eropa dan Swiss.
Kinerja perdagangan Indonesia konsisten mengalami penguatan dan menunjukkan surplus pada periode Januari-Desember 2021, dengan total surplus 1,34 miliar USD atau Rp. 19,11 triliun.
Swiss masih bertahan di urutan ke-2 negara dari benua Eropa dan ke-10 dari semua negara yang berinvestasi di Indonesia pada periode Januari-Desember 2021, menurut data BKPM. Jumlah proyek telah mencapai 281 proyek dengan nilai investasi sebesar USD 599,8 juta pada periode Januari – Desember 2021.
sumber : kemlu